Tsunami – Pengertian, Jenis, Penyebab, Imbas & Sejarah Di Indonesia


Tsunami ialah salah satu musibah yang paling sering melanda daerah ring of fire seperti Indonesia, Papua Nugini, Filipina, Jepang, India, Maladewa, dan Australia. Bukan tanpa argumentasi, alasannya kawasan tersebut memiliki peluang besar mengalami gempa tektonik dan gempa vulkanik. Perlu kita ketahui, kedua jenis gempa tersebut dapat menyebabkan tsunami jikalau terjadi di maritim.





Tsunami menjadi bahaya peristiwa paling menyeramkan di Indonesia semenjak menerjang Aceh pada tahun 2004 silam. Belum lagi tsunami lain setelah itu, tergolong yang terjadi di Palu pada tahun 2018 kemudian. Ketakutan penduduk terhadap tragedi ini sangat tinggi, mengingat dampak yang ditimbulkan sungguh mengerikan.






Pengertian Tsunami





Secara sederhana tsunami mampu diartikan sebagai suatu kondisi dikala gelombang air laut naik dan menerjang daratan. Kejadian ini mampu disebabkan oleh banyak hal, tergolong letusan gunung berapi serta gempa bawah bahari.





tsunami




Meski begitu, menurut para mahir ada banyak pengertian tentang tsunami secara lebih rincian, antara lain:





1. Pengertian Secara Etimologi





Tsunami sesungguhnya berasal dari kosakata bahasa Jepang yang lalu diadopsi dan digunakan oleh seluruh masyarakat dunia. Adapun kosakata tersebut yakni ‘tsu’ yang artinya ‘pelabuhan’ dan ‘nami’ yang artinya ombak. Penggunaan kata tersebut merujuk pada kebiasaan orang Jepang yang tiba ke pelabuhan sehabis terjadinya tsunami.





2. Pengertian Menurut Para Ahli





Menurut Simandjuntak (1994), tsunami ialah satu dari sekian kejadian alam yang ditandai dengan pasangnya air laut dalam skala besar dan terjadi secara secara tiba-tiba, peristiwa ini biasa terjadi sehabis adanya goncangan gempa bumi tektonik. Gelombang air maritim yang dihasilkan mampu menghancurkan area pemukiman di sekitar pantai.





Sementara itu, Djunire (2009) juga menyebutkan bahwa tsunami ialah salah satu jenis petaka yang kerap terjadi di kawasan Indonesia. Menurutnya tsunami ialah gelombang besar yang terjadi akhir adanya gempa bumi di bab dasar samudera, letusan gunung api, serta longsoran massa batuan di sekeliling daerah basin samudera.





Sedangkan menurut Sudrajat (1994), tsunami yang terjadi mempunyai kaitan erat dengan terjadinya pergantian bentuk di dasar maritim dalam secara cepat yang diakibatkan oleh berbagai faktor geologi. Faktor-aspek tersebut dapar berupa adanya letusan gunung berapi dan juga gempa bumi.





Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi atau PVMBG (2006) juga menjelaskan bahwa pemahaman tsunami yakni bencana alam berupa gelombang maritim yang diakibatkan oleh gempa bumi di dasar bahari dan mempunyai kesanggupan untuk menjalar dengan kecepatan tinggi, bahkan kecepatannya bisa melebihi 900 km/jam.





Sejarah Tsunami





Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika, penggunaan ungkapan tsunami baru mulai diketahui dunia sehabis gempa besar mengguncang Jepang pada tanggal 15 Juni 1896. Akibat dari gempa tersebut ialah naiknya gelombang tsunami yang menewaskan kurang lebih 22.000 jiwa serta menghancurkan area pantai timur Honshu sejauh 280 kilometer.





Sebenarnya tidak ada sejarah niscaya yang mengisahkan perihal awal mula peristiwa tsunami. Akan tetapi sejauh sejarah wawasan, Jepang yaitu negara yang paling sering mengalami gempa dan tsunami. Jadi sejarah hadirnya tsunami senantiasa merujuk kepada negara matahari terbit tersebut, terlebih disokong dengan asal undangan ungkapan tsunami itu sendiri.





Walau banyak negara lain yang juga telah mengalami tsunami semenjak lama, tergolong Indonesia. Namun nenek moyang pada abad itu belum mengenal perumpamaan tsunami hingga terjadinya peristiwa di Jepang tahun 1896. Sebagai contoh, penduduk Sulawesi Tengah sering menyebut peristiwa tersebut selaku ‘air maritim berdiri’.





Di Indonesia, tsunami diperkirakan pertama kali terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 1618. Sejak dikala itu jumlah tsunami yang terjadi di Indonesia terus bertambah dan sepanjang tahun 1600 sampai 2018 setidaknya Indonesia sudah mengalami tsunami lebih dari 110 kali.





Hal berlawanan justru diungkapkan oleh Badan Sains Amerika Serikat dalam hal ini National Oceanic Atmospheric Administration atau NOAA. Menurut badan tersebut, tsunami pertama di Indonesia terjadi pada tahun 416 dan semenjak dikala itu sampai akhir Desember 2018 tercatat telah ada 246 kali tsunami terjadi.





Meski ada beberapa pernyataan berlawanan tentang sejarah tsunami di Indonesia, namun mampu dipastikan bahwa petaka tersebut dipicu oleh gempa dan letusan gunung berapi. Disebutkan bahwa kira-kira 90% tsunami terjadi akibat gempa tektonik, 9% diakibatkan oleh letusan gunung berapi, dan 1% disebabkan tanah longsor.





Karakteristik Tsunami





Pembahasan perihal tsunami tidak akan lepas dari ombak yang terjadi di lautan. Sebab baik tsunami ataupun ombak, keduanya sama-sama memperlihatkan insiden berbentukgelombang air bahari. Akan tetapi pada keduanya ada perbedaan, di mana ombak merupakan kejadian wajar dan tsunami yaitu tragedi.





Ombak adalah gelombang air maritim yang terjadi sebab adanya tiupan angin, sementara tsunami ialah gelombang air maritim yang disebabkan oleh adanya kegiatan geologi bumi.





Berikut ini yakni beberapa karakteristik dari gelombang tsunami menurut pengamatan dari tragedi tersebut, yaitu:






  • Panjang gelombang air bahari pada tsunami dapat melampaui 150 kilometer dari bibir pantai.




  • Kecepatan gelombang tsunami menyamai kecepatan pesawat jet yakni kurang lebih 800 km/jam. Pada dasarnya kecepatan tersebut sangat bergantung kepada kedalaman maritim, bila terjadi di bahari dalam maka kecepatannya bisa meraih 1.000 km/jam.




  • Panjang gelombang antara dua puncak gelombang tsunami di laut lepas bisa melebihi 100 kilometer dan selisih waktu terbentuknya kedua puncak gelombang tersebut kurang lebih 10 menit hingga 1 jam.




  • Kecepatan gelombang akan menurun dikala sudah mencapai area pantai dangkal, teluk, dan muara sungai. Namun tinggi gelombang justru akan terus meningkat, sehingga resiko kerusakan yang ditimbulkan makin besar.




  • Perubahan tinggi gelombang tsunami disebabkan oleh terjadinya konversi energi yang mulanya berbentuk energi kinetik kemudian menjadi energi berpotensi. Konversi energi ini jugalah yang menimbulkan penurunan kecepatan gelombang dan kenaikan tinggi gelombang.





Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menerangkan bahwa karakteristik tsunami dipengaruhi oleh kedalaman gempa, panjang gelombang tsunami, dan juga kecepatan gelombang.





Berikut ini ialah relasi dari ketiga hal tersebut, yaitu:






  • Gempa yang terjadi pada kedalaman 10 meter di bawah permukaan laut mengakibatkan tsunami berkecepatan 35,6 km/jam dan panjang gelombangnya 10,6 kilometer.




  • Gempa yang terjadi pada kedalaman 50 meter di bawah permukaan bahari mengakibatkan tsunami berkecepatan 79 km/jam dengan panjang gelombang 23 kilometer.




  • Gempa yang terjadi pada kedalaman 200 meter di bawah permukaan maritim mengakibatkan tsunami berkecepatan 159 km/jam dan panjang gelombangnya 47,7 kilometer.




  • Gempa yang terjadi pada kedalaman 2.000 meter di bawah permukaan bahari memicu tsunami dengan kecepatan 504,2 km/jam dan kecepatan gelombang ialah 151 kilometer.




  • Gempa yang terjadi pada kedalaman 4.000 meter di bawah permukaan bahari mengakibatkan tsunami dengan kecepatan 712,7 km/jam dan panjang gelombang 213 kilometer.




  • Gempa yang terjadi pada kedalaman 7.000 meter di bawah permukaan maritim menimbulkan tsunami berkecepatan 942,9 km/jam dan panjang gelombangnya 282 kilometer.





Jenis Tsunami





Jenis-jenis tsunami dapat diklasifikasikan menurut beberapa aspek eksternal, seperti waktu terjadinya dan penyebabnya. Secara umum tsunami disebabkan oleh dua hal, yakni gempa tektonik dan gempa vulanik yang terjadi pada struktur geologi bumi.





Meski begitu, ada lima jenis tsunami yang paling umum dikenali, yakni sebagai berikut:





1. Tsunami Lokal





Tsunami lokal yakni jenis tsunami yang berkaitan dengan episentrum gempa yang terjadi di sekeliling area pantai. Dengan begitu waktu tempuh yang dibutuhkan dari titik peristiwa hingga tiba di bibir pantai sekitar 5-30 menit. Umumnya gempa lokal mempunyai efek cukup besar, alasannya adalah gelombangnya sungguh terasa meski sudah meraih area daratan.





Selain tsunami setempat umumnya terjadi dalam jarak yang cukup akrab dari titik pemicu tsunami. Misalnya terjadi di area pesisir pantai atau sekitar 100 kilometer dari titik tsunami. Pemicu tsunami ini biasanya yaitu gempa bumi dan longsor di bawah maritim akibat erupsi gunung berapi. Durasi yang singkat membuat orang akan kesulitan menyelamatkan diri.





2. Tsunami Regional





Tsunami regional yaitu jenis tsunami yang 10 kali lebih besar dari tsunami lokal. Jarak yang bisa dicapai oleh tsunami jenis ini kurang lebih 100 sampai 1.000 kilometer dari titik terjadinya. Biasanya waktu yang diperlukan gelombang mencapai daratan cukup lama.





Setidaknya perlu satu hingga tiga jam untuk menggulung daratan. Dengan begitu orang-orang mempunyai cukup waktu untuk menyelamatkan diri sesudah ada info. Hanya saja jarak tempuh tsunami yang mencapai 1.000 kilometer nyaris mustahil untuk dicapai dalam waktu tiga jam. Makara lebih baik secepatnya mencari daerah tinggi untuk berlindung.





3. Tsunami Jarak





Tsunami jarak juga lazimdisebut selaku ocean wide tsunami atau tele tsunami merupakan tsunami desktruktif. Artinya jarak tempuh yang bisa dicapai terhitung dari titik tsunami bawah maritim melebihi 1.000 kilometer. Dengan begitu setidaknya butuh waktu tiga jam untuk tiba di daratan.





Meski begitu, nyaris mustahil untuk menyelamatkan diri dari petaka ini. Jenis ini merupakan yang paling sering terjadi di tempat pantai yang langsung bertemu dengan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Misalnya wilayah Indonesia yang bertemu langsung dengan samudera menjadi salah satu negara langganan tsunami.





4. Tsunami Meteorologi





Tsunami meteorologi juga lazimdisebut meteo-tsunami atau tsunami atmosfer ialah sebuah fenomena alam yang mirip tsunami. Hanya saja tsunami ini disebabkan oleh adanya gangguan pada atmosfer atau meteorologis seperti gelombang gravitasi atmosfer, lompatan tekanan, angin topan, saluran depan angin ribut, dan sebagainya.





Skala spasial dan skala temporal yang dihasilkan oleh tsunami meteorologi sama dengan tsunami kebanyakan dan dampaknya juga bisa sampai menghancurkan pesisir pantai. Apalagi pesisir yang berada di teluk atau ceruk dengan amplifikasi berpengaruh. Sebenarnya fenomena ini juga diketahui dengan istilah rissaga.





5. Microtsunami





Microtsunami adalah jenis tsunami yang berukuran sungguh kecil, sehingga akan sulit untuk diketahui dengan mata telanjang atau visual. Meski begitu tsunami juga cukup berbahaya karena susah terdeteksi. Dibutuhkan alat tertentu jikalau ingin mendeteksi eksistensi microtsunami.





Penyebab Terjadinya Tsunami





Seperti telah disebutkan, penyebab utama tsunami yaitu gempa vulkanik dan gempa tektonik. Akan namun pada umumnya gempa yang terjadi disebabkan oleh adanya gempa tektonik di bawah laut.









Berikut ini yaitu beberapa syarat yang memiliki peluang tsunami berdasarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, yaitu:






  • Pusat gempa tektonik atau gempa vulkanik harus terjadi di bawah dasar maritim.




  • Kedalaman pusat gempa tidak meraih 60 kilometer.




  • Magnitude atau kekuatan gempa melampaui 6.0 Skala Richter.




  • Patahan yang menjadikan gempa yaitu sesar naik dan sesar turun.





Badan Meteorologi dan Geofisika (2010) memiliki usulan yang sedikit berbeda mengenai kekuatan gempa dan kedalaman yang mengakibatkan tsunami. Kekuatan gempa yang menyebabkan tsunami yaitu melampaui 7.0 Skala Richter dan kedalaman pusat gempa di bawah laut tidak mencapai 70 kilometer, serta ada deformasi vertikal yang terjadi di dasar laut.





Sementara itu, King (1972) dan Anhert (1996) sependapat perihal faktor yang memicu terjadinya tsunami. Menurut keduanya, ada tiga aspek utama yang menjadi penyebab musibah ini, yakni:






  • Ada retakan yang terjadi di dasar laut dan diiringi dengan sebuah gempa bumi. Retakan yang dimaksud yaitu zona planar yang bersifat lemah dan bergerak lewat daerah kerak bumi.




  • Ada tanah longsor yang terjadi baik di atas lautan atau di bawah laut, kemudian longsoran tersebut menimpa air dengan keras.




  • Ada acara dari gunung api yang lokasinya akrab dari pantai atau memang terletak di bawah air. Gunung api tersebut mampu terangkat atau mengalami tekanan layaknya pergerakan pada sebuah retakan.





Dampak Tsunami





Bencana tsunami sudah dipastikan berdampak jelek untuk kondisi alam, utamanya tempat pantai. Dampak yang ditimbulkan tidak cuma kerusakan material, melainkan juga senantiasa menyantap korban jiwa.





dampak bencana tsunami




Berikut ini yaitu beberapa pengaruh yang diakibatkan oleh tsunami, antara lain:






  • Kerusakan di mana-mana seperti menghancurkan bangunan yang ada di sekeliling pantai termasuk usaha masyarakat setempat.




  • Rusaknya lahan pertanian dan perikanan.




  • Kegiatan perekonomian terhambat, alasannya acara produksi mirip perdagangan tidak mampu berlangsung untuk sementara waktu.




  • Jumlah kerugian material yang dialami oleh masyarakat mulai dari hancurnya bangunan hingga perjuangan mereka.




  • Gangguan kejiwaan, umumnya korban yang menghadapi tsunami utamanya anakkecil mengalami trauma yang memerlukan terapi untuk menyembuhkannya.




  • Munculnya berbagai penyakit baik yang disebabkan oleh sisa-sisa tsunami maupun keadaan di pengungsian yang tidak sehat.





Tsunami di Indonesia





Indonesia ialah negara ketiga sebagai daerah riskan kepada bencana tsunami sehabis Jepang di urutan pertama dan Amerika Serikat di urutan kedua. Ketiga negara tersebut riskan alasannya dilalui oleh ring of fire atau cincin api. Selain itu Indonesia diapit tiga lempeng aktif, adalah lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik.





Ketiga lempeng tersebut menimbulkan risiko terjadinya gempa dan tsunami di Indonesia makin meningkat. Beberapa kawasan yang rawan gempa dan tsunami di Indonesia ialah bab barat Pulau Sumatera, selatan Pulau Jawa, Nusa Tenggara, utara Papua, Pulau Sulawesi, Pulau Maluku, dan timur Pulau Kalimantan.





Menurut Yulianto (2008), Indonesia setidaknya mengalami gempa bumi rata-rata sebanyak 15 kali dalam satu hari. Gempa tersebut ada yang potensial tsunami dan ada juga yang tidak. Selama setahun terjadi kurang lebih satu kali tsunami di Indonesia.





Berikut ini ialah daftar tsunami di Indonesia dari tahun 1961 hingga 2018, yaitu:






  • Tsunami Flores Tengah, Nusa Tenggara Timur pada tahun 1961 menelan korban luka-luka sebanyak 6 orang dan korban meninggal 2 orang.




  • Tsunami Sumatera pada tahun 1964 mengkonsumsi 479 jiwa korban terluka dan 110 jiwa korban meninggal.




  • Tsunami Maluku, Sanan, dan Seram pada tahun 1965 menelan 71 orang korban meninggal. Tsunami dengan ketinggian 4 meter ini dipicu oleh gempa bermagnitudo 7,5 Skala Richter (SR).




  • Tsunami Tinambung, Sulawesi Selatan pada tahun 1967 memakan 100 korban terluka dan 58 korban meninggal. Tsunami ini disebabkan oleh gempa bumi berkekuatan 5,8 SR.




  • Tsunami Tambo, Sulawesi Tenggara pada tahun 1968 menelan 392 jiwa yang meninggal. Tsunami ini memiliki ketinggian 10 meter dan dipicu oleh gempa bermagnitudo 7,4 SR.




  • Tsunami Majene, Sulawesi Barat pada tahun 1969 memakan 97 korban terluka dan 64 korban meninggal. Tsunami ini disebabkan oleh gempa 6,9 SR dan ketinggiannya 10 meter.




  • Tsunami Pulau Sumbawa dan Nusa Tenggara Barat pada tahun 1977 menelan 316 jiwa korban yang meninggal. Gelombang tsunami ini memiliki ketinggian 15 meter dan disebabkan gempa 8 SR.




  • Tsunami Nusa Tengara Timur, Flores, dan Pulau Atauro pada tahun 1977 menelan 2 korban meninggal dan 25 korban terluka.




  • Tsunami Sumbawa, Bali, Lombok, dan Nusa Tenggara Barat pad atahun 1979 mengkonsumsi 200 korban terluka dan 27 korban meninggal.




  • Tsunami Larantuka, Nusa Tenggara Timur pada tahun 1982 disebabkan oleh gempa 5,9 SR serta menelan 400 korban luka-luka dan 13 orang korban meninggal.




  • Tsunami Flores Timur, Pulau Pantar, dan Nusa Tenggara Timur pada tahun 1987 menelan 108 korban luka-luka dan 83 jiwa melayang.




  • Tsunami Pulau Alor dan Nusa Tenggara Timur pada tahun 1989 menimbulkan 7 nyawa melayang.




  • Tsunami Flores, Pulau Babi, dan Nusa Tenggara Timur pada tahun 1992 menyantap 2.126 korban terluka dan 1.952 jiwa meninggal. Bencana ini tercatat selaku tsunami paling dahsyat sebelum tsunami Aceh dengan ketinggian 26 meter dan gempa 7,5 SR.




  • Tsunami Banyuwangi, Jawa Timur pada tahun 1994 memiliki ketinggian gelombang 14 meter yang dipicu gempa 6,8 SR serta menyebabkan 400 orang terluka dan 38 orang meninggal.




  • Tsunami Palu, Sulawesi Tengah pada tahun 1996 disebabkan oleh gempa 7,7 SR serta mengkonsumsi 63 korban terluka dan 3 nyawa terbang.




  • Tsunami Pulau Biak di Irian Jaya pada tahun 1996 setinggi 12 meter disebabkan oleh gempa 8 SR dan mengakibatkan 107 jiwa terbang.




  • Tsunami Tabuna Maliabu, Maluku pada tahun 1998 setinggi 3 meter dan disebabkan gempa 7,7 SR serta mengkonsumsi 34 nyawa yang meninggal.




  • Tsunami Banggai, Sulawesi Tengah pada tahun 2000 menimbulkan empat orang meninggal.




  • Tsunami Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara pada tahun 2004 selaku tsunami terdahsyat menyantap lebih 250.000 jiwa melayang. Penyebab tsunami berketinggian 34,5 meter adalah gempa dengan skala 9,2.




  • Tsunami Pulau Nias pada tahun 2005 yang disebabkan gempa 8 SR tidak memakan korban jiwa.




  • Tsunami Pangandaran di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta yang disebabkan gempa 7,7 SR mempunyai tinggi gelombang 8,25 meter pada tahun 2006 menelan korban tewas sebanyak 668 jiwa.




  • Tsunami Bengkulu dan Sumatera Barat pada tahun 2007 dengan tinggi 3,8 meter disebabkan gempa 8,4 SR dan juga tidak mengkonsumsi korban jiwa.




  • Tsunami Mentawai pada tahun 2010 setinggi 7 meter disebabkan gempa 7,2 SR serta mengakibatkan 448 orang luka-luka dan 413 nyawa melayang.




  • Tsunami Palu, Sulawesi Tengah pada tahun 2018 juga merupakan salah satu tsunami dahsyat di Indonesia dengan ketinggian 11,3 meter yang disebabkan oleh gempa berkekuatan 7,4 SR dan mengakibatkan lebih 2.000 jiwa terbang.




  • Tsunami Selat Sunda di Serang, Pandeglang, dan Lampung pada tahun 2018 yang menelan 431 korban meninggal.





Tsunami Terdahsyat





Ada lima peristiwa tsunami paling dahsyat yang terjadi di Indonesia, adalah tsunami Selat Sunda tahun 1883, tsunami Flores tahun 1992, tsunami Aceh tahun 2004, tsunami Pangandaran tahun 2006, dan tsunami Palu tahun 2018. Tiga dari tsunami tersebut bahkan juga masuk ke dalam 5 tsunami terdahsyat yang ada di dunia sampai tahun 2018.





peta tsunami




1. Tsunami Selat Sunda





Tsunami Selat Sunda terjadi telah cukup lama, ialah pada tahun 1883 yang diakibatkan oleh letusan Gunung Krakatau. Tsunami ini menerjang Pulau Jawa dan Pulau Sumatera serta memakan korban jiwa sebanyak 36.000 jiwa. Ketinggian gelombangnya sangat mengagumkan sebab mencapai 41 meter dan menjadi salah satu pemicu menurunnya populasi rino bercula satu.





2. Tsunami Flores





Tsunami Flores pada tahun 1992 juga tercatat selaku tsunami paling dahsyat di Indonesia. Bencana ini disebabkan oleh gempa berkekuatan 7,8 SR dan gelombang yang terjadi menerjang banyak sekali kawasan selain Flores. Ketinggian gelombang di Flores memang cuma 1,8 meter, tetapi di daerah lain berkisar antara 2 meter, 3 meter, 5 meter, 7 meter, dan 12 meter.





3. Tsunami Aceh





Tsunami Aceh pada tahun 2004 dikenal selaku tsunami paling dahsyat di dunia yang dipicu oleh gempa berkekuatan 9,3 SR yang disebut setara bom dengan bobot 100 giga ton. Gempa tersebut berpusat pada kedalaman 30 kilometer di bab bawah kerak bumi. Gempa ini menyebabkan lempeng Australia dan lempeng Hindia menyeret lempeng Eurasia.





Akibatnya, sebagian lempeng Eurasia masuk ke bagian dalam lewat pergerakan tektonik lempeng. Tidak sampai itu, pergantian lempeng tersebut secara mendadak mengakibatkan salah satu lempeng bergerak ke atas, sehingga terjadilah gelombang tsunami di pantai yang memiliki batas dengan selat Hindia seperti Myanmar, Maladewa, dan Aceh.





4. Tsunami Pangandaran





Tsunami Pangandaran, Jawa Barat tahun 2006 juga tercatat sebagai tsunami paling dahsyat di dunia dengan pusat gempa di Samudera Hindia atau sekitar 225 kilometer dari arah barat daya Pangandaran. Ketinggian tsunami tersebut yakni 5 meter dan kerusakannya mencapai sebagian wilayah Jawa Tengah.  





5. Tsunami Palu





Tsunami di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah baru terjadi pada tahun 2018 kemudian, namun juga menjadi salah satu tragedi tsunami paling besar di dunia. Tsunami ini menjadi sungguh parah sebab juga terjadi berbarengan dengan likuifikasi atau pergerakan tanah di Petobo yang menyebabkan ratusan nyawa hilang begitu saja.





Mitigasi Bencana





Mitigasi merupakan acara yang dijalankan selaku upaya untuk mengurangi kerusakan tergolong yang diakibatkan musibah. Mitigasi petaka mampu dilakukan sehabis melaksanakan serangkaian analisis kepada resiko peristiwa, sehingga mampu dilaksanakan perencaan mitigasi.





Sementara itu, menurut Ihsan (2017) yang dimaksud mitigasi yakni seluruh tindakan yang dimaksudkan untuk meminimalkan dampak balasan peristiwa. Tindakan tersebut dipraktekkan sebelum terjadinya bencana yang mencakup kesiapan menghadapi serta upaya penghematan resiko untuk jangka panjang.





Secara lazim ada dua pendekatan yang dapat dipakai untuk melakukan mitigasi peristiwa, utamanya peristiwa tsunami. Kedua pendekatan tersebut adalah pendekatan fisik dan pendekatan non fisik, ialah:





1. Pendekatan Mitigasi Fisik





Pendekatan fisik kepada mitigasi bencana dijalankan dengan menerapkan upaya yang berfisat struktural, non-struktural, serta gabungan antara keduanya. Pemilihan upaya  tersebut sungguh bergantung pada keadaan fisik tata ruang, pantai, tata guna lahan, dan juga modal yang ada.





Ada beberapa cara untuk melakukan mitigasi fisik, yaitu sebagai berikut:





a. Pendekatan Non Struktural dengan Sabuk Hijau atau Green Belt





Pendekatan non struktural dengan memanfaatkan sabuk hijau artinya upaya sumbangan area pantai dengan mempergunakan vegetasi yang memang berhabitat di sekitar pantai. Beberapa vegetasi tersebut ialah pohon api-api, cemara maritim, bakau, dan nipah. Hutan mangrove juga dipercaya sangat efektif untuk meredam gelombang tsunami.





Syarat teknis yang harus dipenuhi oleh vegetasi untuk bisa meredam gelombang yakni lebar hutan bakau terhitung dari area pantai hingga ujung hutan mangrove yang sempurna menghadap ke bahari (B) dan panjang gelombang tsunami (L) yang dirumuskan sebagai B/L harus besar supaya upaya mitigasi dapat sukses dengan memanfaatkan sabuk hijau.





b. Pendekatan Struktural dengan Peringatan Dini





Peringatan dini merupakan salah satu bentuk pendekatan struktural dari mitigasi fisik. Artinya saat terjadi gempa bumi di dasar laut yang potensial tsunami, maka akan secepatnya dikeluarkan pemberitahuan dini untuk bersiap-siap. Ada banyak cara untuk mengeluarkan penyampaian ini baik dengan memakai lonceng, bel, atau sirine.





Sehubungan dengan itu untuk bisa mendeteksi kesempatanterjadinya tsunami, maka diharapkan alat pendeteksi tsunami. Sistem dari perayaan dini ini memanfaatkan alat sensor yang mau mendeteksi satelit, receiver gelombang, dan kenaikan ketinggian air bahari, serta langsung terkoneksi dengan alat  untuk memberi tahu adanya potensi tsunami.





c. Bangunan Sipil untuk Menahan Tsunami





Bangunan sipil yang berfungsi untuk menahan tsunami telah dipraktekkan di negara Jepang yang memang langganan tsunami. Sementara di Indonesia belum ada bangunan sipil dengan faedah seperti itu. Hanya saja kelemahan dari eksistensi bangunan sipil mirip ini adalah mengurangi nilai estetika dari pantai.





d. Bangunan Sipil untuk Evakuasi





Telah disebutkan sebelumnya bahwa waktu untuk menyelamatkan diri dari tsunami hampir tidak mungkin untuk dilaksanakan bila memang sedang berada di sekeliling pantai. Oleh karena itu di sekeliling pantai mesti ada bangunan sipil yang mampu dimanfaatkan untuk evakuasi apabila ada bahaya tsunami.





Lokasi evakuasi wajib berada di atas lahan dengan ketinggian tertentu dan dilengkapi bangunan yang mempunyai ketahanan baik kepada getaran gempa dan gelombang, serta kanal menuju lokasi evakuasi tersebut gampang untuk dijangkau, khususnya bagi orang-orang yang ada di sekitar pantai.





Akan tetapi jika pemukiman penduduk kebetulan tidak berada di wilayah dataran yang elevasinya tinggi, maka pada ketika itulah dibutuhkan bangunan sipil yang memang difungsikan sebagai kawasan evakuasi. Bangunan tersebut setidaknya mampu mengurangi kuantitas korban tsunami apabila proses penyelamatan ke daerah tinggi berjalan lambat.





2. Pendekatan Mitigasi Non Fisik





Mitigasi tragedi melalui pendekatan non fisik dijalankan dengan tiga tahap, yakni pemetaan, sosialisasi, dan simulasi. Pemetaan dilaksanakan untuk mengenali sejauh apa tingkat kerawanan suatu tempat kepada tragedi tsunami. Setelah itu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat yang tinggal di daerah beresiko tersebut.





Ada lima poin penting yang mesti ada dalam sosialisasi kepada penduduk mengenai bencana tsunami adalah pemahaman tsunami, aspek-aspek yang menyebabkan tsunami terjadi, gejala akan terjadinya tsunami, efek yang ditimbulkan dari tsunami, serta bagaimana upaya penyelamatan diri dan penyelamatan dikala tsunami terjadi.





Setelah dilaksanakan sosialisasi, maka perlu diadakan simulasi yang dimaksudkan semoga penduduk tidak eksklusif panik saat ada gosip akan terjadi bencana. Melakukan simulasi juga dapat menolong masyarakat untuk lebih terbiasa mengadapi keadaan genting, sehingga kalau betul-betul terjadi mereka telah paham yang mesti dilaksanakan. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Discover Excellence at Ross Shaw Sterling Aviation High School - A Premier Institution for Aviation Education

Cool Mewarnai Gambar Ninja Go References

R30 Insulation Thickness Take (Table For All Types)